Jumat, 15 Januari 2010

DIARE ENTEROTOXIGENIK ( kolera)

A. DEFINISI

Kolera adalah penyakit infeksi yang terjadi di saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri gram negative Vibrio cholera (Dipiro,2005). Kolera adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dengan manifestasi diare disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin yang dihasilkan bakteri tersebut. Bentuk manifestasi klinisnya yang khas adalah dehidrasi, berlanjut dengan renjatan hipovolemik dan asidosis metabolik yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat akibat diare sekretorik dan dapat berakhir dengan kematian bila tak ditanggulangi dengan adekuat. Kolera dapat menyebar sebagai penyakit endemik, epidemik atau pandemik ( Soemarsono, 2006 ).

B. EPIDEMIOLOGI

Cholera telah menjadi endemic di Ganges delta,Bengal barat,Bangladesh dan asia bagianselatan sekitar 1817,33 beberapa jenis obat resisten terhadap kolera,sementara di Rwanda terjadi kematian lebih dari 20.000. epidemic kolera pada 1991 dan 1998 menyebabkan lebih dari 1 juta kematian di amerika latin. Insidensi 1 kasus per satu juta orang.

Vibrio cholera adalah kelompok yang paling sering menyebabkan wabah dan penyakit. Ada 2 2 biotipe, classic dan E1 Tor .33. pada tahun 1992 grup baru ditemukan yaitu 0138 Bengal,ditemukan di india dan menyebar cepat ke asia bagian selatan. Sekitar 25 % sampai 50 % kasus berakibat fatal jika tidak mendapat perawatan. Pencegahan perpindahan kolera tergantung pada usaha pembersihan air minum dan sanitasi lingkungan,yang sangat susah diwujudkan di negara berkembang.

C. ETIOLOGI

Vibrio cholerae adalah kuman aerob, gram negatif berukuran 0,2-0,4 mm x 1,5-4,0 mm, mudah dikenal dalam sediaan tinja kolera dengan pewarnaan gram sebagai batang-batang pendek sedikit bengkok ( koma ), tersusun berkelompok seperti kawanan ikan yang berenang. V cholerae dibagi menjadi 2 biotipe, klasik dan El Tor, yang dibagi berdasarkan struktur biokimianya dan parameter laboratorium lainnya. Tiap biotipe dibagi lagi menjadi 2 serotipe, Inaba dan Ogawa.

Vibrio cholerae dapat tumbuh cepat dalam berbagai dari media selektif seperti agar garam empedu, agar-gliserin-telurit-taurokolat, atau agar thiosulfate-citrate-bile salt-sucrose ( TCBS ). Kelebihan medium TCBS ialah pemakaiannya tidak memerlukan sterilisasi sebelumnya. Dalam medium ini koloni vibrio tampak berwarna kuning-suram. Identifikasi Vibrio cholerae biotipe El Tor penting untuk tujuan epidemiologis. Sifat-sifat penting yang membedakannya dengan biotipe kolera klasik adalah resistensi terhadap polimiksin B, resistensi terhadap kolerafaga tipe IV dan menyebabkan hemolisis pada eritrosit kambing ( Soemarsono, 2006 ).

D. PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI

V.cholera adalah bakteri gram negative berbentuk basil yang karakteristiknya sama dengan family enterobakteriaceae. Patologi kolera dihasilkan dari entero toksin (toksin kolera) yang diproduksi oleh bakteri. Kondisi mengurangi keasaman lambung seperti penggunaan antacid ,pemblok reseptor histamine atau penghambat pompa proton atau infeksi Helicobacter pylory, meningkatkan resiko terkena penyakit ini. Toksin cholera mernagsang adenilat siklae yang akan meningkatkan Camp intrasel dan menghasilkan penghambatan absorpsi natrium dan klorida oleh mikrovili dan menyebabkan pengeluaran klorida dan air oleh sel crypt. Aksi toksin seperti terjadi di sepanjang saluran pencernaan, tetapi kehilangan cairan banyak terjadi di duodenum. Efek dari toksin cholera adalah pengeluaran cairan isotonis (terutama di usus ) yang melebihi batas kapasitas saluran intestinal (terutama di kolon). Akan menyebabkan diare yang berair dengan konsentrasi elektrolit sama dengan plasma. Periode inkubasi rata – rata untuk infeksi V. Cholerae adalah 1 – 3 hari. Presentasi klinik dapat bertukar dari asimptomatik menjadi dehidrasi life – threatening ( dapat sembuh dengan sendirinya ) untuk diare yang encer. Onset dari diare tiba – tiba dan ditunjukkan dengan cepat atau kadang didahului dengan mual. Tanda umumnya tidak mempunyai “ rice water “ adalah tanda klasik yang ditandai dengan cholera. Demam terjadi pada kurang dari 5% pasien dan pemeriksaan fisik berkotelasi baik dengan dehidrasi yang berat. Pada sebagian kasus yang berat, penyakit ini dapat berprogres pada kematian pada 2 – 4 jam jika tidak ditangani. Pada beberapa kasus, akumulasi cairan di dalam lumen intestinal menyebabkan distensi ( penggelembungan ) abdomen dan ileus dan menyebabkan deplesi (intravaskular tanpa diare. Pasien dapat kehilangan sampai 1 liter cairan isotonis setiap jam ( Dipiro, 2005 ).

Vibrio cholera termakan dengan jumlah yang banyak

Sensitifitas asam lambung menurun,karena pasien menggunakan obat penurun asam lambung.

Kolonisasi di usus halus tergantung motilitas (flagella polar),produksi musin untuk reseptor spesifik.

Produksi toxin

Kehilangan banyak cairan dan elektrolit dalam jumlah besar(tidak ada darh,sel darah putih pada feses)

E. MANIFESTASI KLINIK

Karakterisasi kolera bervariasi dari yang asimptomatis sampai dengan ke gejala kolera terparah. Pada kasus terparah, penyakit ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu 2-4 jam.

Abnormalitas dari hasil laboratorium seperti meningkatnya volume sel darah merah dan total protein, level magnesium dan kalsium adalah hasil dari hemokonsentrasi. Hipoglikemia, kejang, demam dan perubahan mental terlihat lebih sering pada anak-anak, mungkin sebagai refleksi dari derajat yang lebih besar dari dehidrasi dan penurunan elektrolit yang ditandai dengan diare pada anak kecil. Komplikasi lain meliputi asidosis metabolik, prerenal azotemia, intoksikasi iatrogenik cairan dari rehidrasi yang berlebihan dan aspirasi pneumonia. Anak-anak, geriatri, dan wanita hamil dapat meningkatkan resiko komplikasi tiba-tiba pada cholera.

Sekitar 60 % infeksi yang disebabkan oleh V cholerae klasik tidak bergejala, seperti juga sekitar 75% infeksi yang disebabkan oleh biotipe El Tor. Periode inkubasi selama 1-4 hari untuk sampai timbul gejala, tergantung pada ukuran inokulum yang tertelan. Segera timbul gejala mual dan muntah, serta diare yang hebat disertai kram perut. Tinja yang mirip cucian beras ( rice water stool ) mengandung mukus, sel epitelial, dan sejumlah besar vibrio. Penderita akan kehilangan cairan dan cairan elektrolit dengan cepat yang dapat mengarah pada dehidrasi berat, syok dan anuria. Tingkat kematian dengan tanpa pengobatan adalah antara 25% dan 50%. Diagnosis terhadap kasus kolera yang nyata menunjukkan tidak adanya masalah dalam kehadiran sebuah epidemik. Bagaimanapun, kasus yang sporadis maupun yang ringan tidak mudah untuk dibedakan dari penyakit diare yang lain. Biotipe El Tor cenderung untuk menyebabkan penyakit ringan dibandingkan dengan biotipe klasik yang lain.

F. TERAPI

· Terapi pilihan tediri dari penggantian cairan dan elektrolit dengan cairan pengganti oral. Pasien yang tidak dapat menerima secara oral diberi secara IV dengan larutan ringer laktat. Pemberian normal saline tidak dianjurkan karena tidak dapat mengkoreksi asidosis metabolic. Setelah rehidrasi pertahankan cairan yang diberikan berdasarkan cairan yang keluar dan masuk(Dipiro,2005).

· Antibiotik memendekkan durasi diare, menurunkan volume cairan yang hilang dan memendekkan durasi status karier. Dosis tunggal doksisiklin dianjurkan. Pada anak <>

· Petunjuk terapi rehidrasi kolera pada dewasa :

Derajat dehidrasi

Macam Cairan

Jumlah cairan

Jangka waktu pemberian

Ringan

Rehidrasi Oral

50 ml/kg BB

3-4 jam

Sedang

Rehidrasi oral

100 ml/kgBB

Max 750 ml.jam

3 jam

Berat

Intravena Ringer Laktat

110 ml/kg BB

3 jam pertama guyur sampai nadi teraba kuat, sisanya dibagi dalam 2 jam berikutnya.

· Petunjuk terapi untuk pemeliharaan

Jumlah diare

Macam Cairan

Jumlah Cairan

Cara pemberian

Diare Ringan :

Tidak lebih dari 1x diare tiap 2 jam atau lebih lama, atau kurang dari 5 ml tinja/kg/BB

Cairan Rehidrasi Oral

100 ml/kg/hari sampai diare berhenti

Rehidrasi oral di rumah

Diare Sedang :

Lebih dari 1x diare tiap 2 jam atau lebih dari 5 ml tinja/ kg BB/jam

Cairan Rehidrasi Oral

Ganti kehilangan volume tinja dengan volume cairan. Bila tak terukur beri 10-15 ml/ kg BB/ jam

Rehidrasi oral di rumah atau di rumah sakit

Diare Berat :

Dengan tanda-tanda dehidrasi

Beri pengobatan untukdehidrasi berat seperti tabel pertama di atas

· Terapi farmakologi

Patogen

First Line Agen

Alternatif

Vibrio cholerae O1 or O139

Doxycline 300 mg oral single dose; tetracycline 500 mg

orally four times daily × 3 days; or trimethoprimsulfamethoxazole

DS tablet twice daily × 3 days;

norfloxacin 400 mg orally twice daily × 3 days; or

ciprofloxacin 500 mg orally twice daily × 3 days or 1 g

orally single dose

Chloramphenicol 50 mg/kg IV every 6 hours,

erythromycin 250–500 mg PO every 6–8 hours,

and furazolidone

Enterotoxigenic E. coli

Norfloxacin 400 mg or ciprofloxacin 500 mg orally twice

daily × 3 days

Trimethoprim-sulfamethoxazole DS tablet every

12 hours

C. difficile

Metronidazole 250 mg four times daily to 500 mg three

times daily × 10 days

Vancomycin 125 mg orally four times daily × 10

days; bacitracin 20,000–25,000 units four times

daily × 7–10 days

( Dipiro, 2005 )

G.Monitoring dan Evaluasi

Kontrol atau pengawasan dilakukan melalui pendidikan dan perbaikan sanitasi, khususnya makanan dan air. Pasien seharusnya diisolasi, ekskresinya didisinfeksi, dan orang-orang kontak diawasi. Khemoprofilaksis dengan obat antimikroba mungkin diperlukan. Penyuntikan vaksin berulang mengandung ekstrak lipopolisakarida dari vibrio atau suspensi pekat vibrio dapat memberikan perlindungan yang terbatas ke orang yang rentan ( misalnya kontak antar anggota keluarga ) tetapi tidak efektif sebagai alat kontrol epidemik. Di beberapa negara meminta kepada para pelancong yang datang dari daerah endemik untuk membuktikan bahwa mereka telah divaksinasi. Sertifikasi vaksin untuk kolera dari WHO hanya berlaku selama 6 bulan ( Morse, 2005 ).

Rabu, 23 Desember 2009

BACILLARY DYSENTERY

Pendahuluan

Shigella adalah spasies mikroorganisme batang gram negatif yang anaerob fakultatif dan hanya melakukan infeksi pada manusia. Selain itu, Shigella dapat menfermentrasikan gula, nonmotil, dan dapat menyebabkan diare dengan jumlah kuman hanya 10 organisme. Shigella spp, Terdiri atas : Shigella dysenteriae(Serogrup A), Shigella flexneri (Serogrup B)Shigella boydii (Serogrup C), Shigella sonnei (Serogrup D) .

Bakteri Shigella spp. ini ditularkan melalui makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri yang biasanya melalui rute feko – oral. Penyebaran ini paling banyak melalui penggunaan air yang tidak bersih dan penangangan makanan yang tidak bersih pula

A.Definisi

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah. Bacillary disentri meruakan suatu infeksi yang akut dari usus oleh kuman Shigella dicirikan oleh diare dan demam dan rasa sakit abdominal. Shigellosis adalah suatu penyakit peradangan akut oleh kuman genus Shigella spp. Yang menginvasi saluran pencernaan terutama usus sehingga menimbulkan kerusakan sel-sel mukosa usus tersebut.

B.EPIDEMIOLOGI

Shigellosis sangat endemik di daerah yang sanitasinya sangat kurang. Biasanya 10-20% penyakit saluran pencernaan dan 50% diare yang berdarah atau disentri dari anak-anak bisa disebabkan oleh shigellosis. Prevalensi dari penyakit ini menurun dalam 5 tahun terakhir ini. Shigella ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 1979, sebanyak 20.135 kasus shigella telah dilaporkan oleh Centre for Disease Control. Shigella lebih sering ditemukan selama akhir musim panas, tetapi sifat ini kurang menonjol sebagaimana Salmonella.

Di Negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk dan penduduknya yang padat, penularannya sangat mudah biasanya terjadi melalui fekal-oral. Lalat juga bisa menyebarkan kuman ini melalui feses penderita lalu hinggap di makanan. Penyebaran juga bisa terjadi melalui benda mati, seperti alat-alat permainan. Umumnya menginfeksi anak-anak dibawah umur 10 tahun, angka kejadian tertinggi terdapat pada kelompok umur 1-4 tahun. Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang primata. Penyebaran shigellosis sering terjadi secara kontak orang ke orang karena dosis infeksiusnya rendah (10-100 organisme) sudah dapat menyebabkan sakit. Pada umumnya masa inkubasi shigellosis adalah pendek yaitu antara 24 jam sampai 4 hari. Gejala biasanya timbul antara hari pertama sampai ketiga terinfeksi. Kebersihan pribadi sangat penting dalam pencegahan penyakit ini dan orang-orang yang saling berhubungan di lingkungan sanitasi yang buruk mempunyai resiko lebih besar untuk menimbulkan cetusan Shigellosis. Dengan demikian, orang-orang yang tinggal di rumah sakit jiwa, lembaga pemasyarakatan, instalasi militer serta tempat penampungan Indian, kerap kali terserang penyakit ini.

C.ETIOLOGI

Shigellosis disebabkan oleh kuman Shigella spp. Kuman ini tergolong genus Shigella yang merupakan bakteri gram negatif, bentuk batang, non motil, anaerobik fakultatif dan tidak bertangkai serta secara biokimia meragikan laktosa sangat lambat bahkan tidak sama sekali. Dibagi 4 kelompok serologik yaitu S.dysenteri (12 serotipe), S.flexnewri (6 serotipe), S.boydii (18 serotipe) dan S.sonnei (1 serotipe). Di daerah tropis yang tersering ditemukan ialah S.dysenteri dan S.flexneri, sedangkan S.sonnei lebih sering dijumpai di daerah sub tropis atau daerah industri. Selain itu, dapat disebabkan oleh:

1. Bakteri (Disentri basiler)

Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella [2].

Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)

Salmonella

Campylobacter jejuni, terutama pada bayi

2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun

D.PATOFISIOLOGI

Pemasukan hanya 200 basil Shigella dapat mengakibatkan infeksi dan Shigella dapat bertahan terhadap keasaman sekresi lambung selama 4 jam. Sesudah masuk melalui mulut dan mencapai usus, bakteri invasif ini di dalam usus besar memperbanyak diri. Shigella sebagai penyebab diare mempunyai 3 faktor virulensi yaitu :

- Dinding polisakarida sebagai antigen halus

- Kemampuan mengadakan invasi enterosit dan proliferasi

- Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel

Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri ini dapat berlaku sebagai antigen O (somatic) adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri shigella dengan sel enterosit. Dupont (1972) dan Levine (1973) mengutarakan bahwa Shigella seperti Salmonella setelah menembus enterosit dan berkembang didalamnya sehingga menyebabkan kerusakan sel enterosit tersebut. Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri dan enterosit, sehingga merangsang proses endositosis sel-sel yang bukan fagositosik untuk menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan memperbanyak diri sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar ke sekitarnya serta menimbulkan kerusakan mukosa usus. Sifat invasif dan pembelahan intrasel dari bakteri ini terletak dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri Shigella.

Invasi bakteri ini mengakibatkan terjadinya infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadilah tukak-tukak kecil didaerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya ke luar bersama tinja. Shigella juga mengeluarkan toksin (Shiga toksin) yang bersifat nefrotoksik, sitotoksik (mematikan sel dalam benih sel) dan enterotoksik (merangsang sekresi usus) sehingga menyebabkan sel epithelium mukosa usus menjadi nekrosis.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang didapat pada Shigellosis adalah :

1. Diare cair yang banyak bercampur darah dan lendir.

2. Demam tinggi mendadak sampai mencapai 42 °C

3. Nyeri perut, tenesmus

4. Neusea dan vomitus

5. Dehidrasi sesuai derajatnya

6. Takikardi dan takipneu

7. Lamanya sakit ± 5 - 7 hari.

8. Anorexia

Penderita dengan kasus ringan gejalanya berlangsung selama 3-5 hari, kemudian sembuh sempurna. Pada tipe fulminant yang berat, penderita dapat mengalami kolaps dan mendadak diikuti dengan menggigil, demam tinggi dan muntah-muntah disusul dengan penurunan temperatur, toksemia yang berat dan diakhiri dengan kematian penderita.

DIAGNOSIS

Dasar untuk menentukan diagnosis adalah dengan memperhatikan gejala-gejala klinik dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik atas tinja untuk membedakan dengan infeksi oleh kuman lain misalnya amebiasis. Pemeriksaan darah rutin kadang didapatkan leukopenia dan apabila sudah terjadi komplikasi HUS (Hemolytic Uremic Syndrom) maka didapatkan gambaran anemia hemolitik dan trombositopenia. Biakan tinja sebaiknya berasal dari hapusan rectum, akan dapat menentukan dengan pasti kuman penyebab penyakit. Biasanya pasien datang sudah dalam keadaan dehidrasi.

Pada infeksi akut, pemeriksaan proctoscopy menunjukkan radang mukosa usus yang difus, membengkak dan sebagian besar tertutup eksudat. Ulkus –ulkus dapat pula dijumpai, dangkal, bentuk dan ukurannya tidak teratur dan tertutup oleh eksudat yang purulen. Pada infeksi kronis, terlihat parut pada kolon, proses ulserasi tidak aktif, sedangkan gejala-gejala klinik berganti-ganti antara stadium remisi dan eksaserbasi. Pada waktu kambuh, penderita mengalami demam, diare dengan darah dan lendir serta serta eksudat seluler dalam tinja. Penderita dengan infeksi kronis, seringkali mengalami kepekaan yang berlebih terhadap beberapa macam makanan misalnya susu, sehingga menimbulkan defisiensi nutrisi.

Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :

Pemeriksaan tinja

Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja

Benzidin test

Mikroskopis : fecal leukosit (petanda adanya kolitis), fecal blood.

Biakan tinja :

Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.

Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), terkadang dapat ditemukan leucopenia.

KOMPLIKASI

1. Dehidrasi

2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia

3. Kejang Protein loosing enteropathy

4. Sepsis dan DIC

5. Sindoma Hemolitik Uremik

6. Malnutrisi/malabsorpsi

7. Hipoglikemia

8. Prolapsus rektum

9. Reactive arthritis

10. Sindroma Guillain-Barre

11. Ameboma

12. Toxic megacolon

13. Perforasi local

14. Peritonitis

E. PENATALAKSANAAN TERAPI

Penanganan untuk pasien bacillus dysentery dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan non-farmakologi.

1. Terapi farmakologi

a. Penanganan Dehidrasi.

Yang perlu dihindari apabila terserang diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi, sebab ini bisa berakibat fatal.

Tingkat keparahan dehidrasi dapat digolongkan sbb:

Dehidrasi ringan (kehilangan cairan sekitar 5% dari berat badan semula). Diare berlangsung sekali tiap 2 jam atau lebih. Gejala lain: rasa haus, gelisah, tapi elastisitas kulit bila dicubit masih baik dan penderita masih sadar.

Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% dari berat badan semula). Diare semakin sering dengan volume lebih besar. Gejala lain terasa haus, gelisah, pusing jika berubah posisi, pernapasan terganggu, ubun-ubun dan mata cekung, elastisitas kulit lambat.

Dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan semula). Diare hebat disertai muntah. Gejala lain: mengantuk, lemas, berkeringat dingin, kulit kaki dan tangan keriput, kejang otot, pernapasan cepat dan dalam, ubun-ubun dan mata sangat cekung, elastisitas kulit sangat lambat.

Dalam keadaan darurat, dehidrasi ringan dapat diatasi dengan memberikan cairan elektrolit/oralit yang cukup dilarutkan dalam air minum. Bila larutan oralit tidak tersedia, kita dapat membuat larutan gula-garam dengan komposisi 1 sendok teh gula pasir + 1/4 sendok teh garam + 200 cc air matang hangat. Atau bisa juga dicoba dengan air beras, air kelapa atau kaldu sayuran (tanpa lemak). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, dalam keadaan darurat juga diberikan oralit sebelum dibawa ke rumah sakit. Penderita perlu segera dilarikan ke rumah sakit terutama kalau penderita muntah terus sehingga oralit tidak bisa masuk, tidak kencing selama 6 jam, tinja telah bercampur darah, terus menerus diare tanpa henti.

Di rumah sakit biasanya pasien segera diberi cairan rehidrasi parenteral seperti Ringer Laktat atau Darrow Glukosa. Oralit atau garam rehidrasi oral tadi merupakan campuran garam dan gula dalam perbandingan mirip dengan cairan tubuh. Larutan ini penting diberikan pada penderita diare, terutama pada penderita anak-anak atau lansia, guna menggantikan air yang hilang akibat diare, muntah, berkeringat.

Pasangan glukosa dan garam Na dapat diserap baik oleh usus penderita diare. Na merupakan ion yang berfungsi allosterik (berhubungan dengan penghambatan enzim karena bergabung dengan molekul lain), dengan kemampuan meningkatkan pengangkutan dan meninggikan daya absorbsi gula melalui membran sel. Gula dalam larutan NaCl (garam dapur) juga berkhasiat meningkatkan penyerapan air oleh dinding usus secara kuat (sekitar 25 x lebih banyak daripada biasanya). Takaran umum oralit, 1 bungkus oralit 200 cc dimasukkan ke dalam 1 gelas belimbing air, diaduk sampai larut.

Oralit diberikan ke penderita sedikit demi sedikit dengan sendok, jangan sekaligus banyak. Jika penderita muntah, berikan 1 sendok oralit, tunggu 5- 10 menit, lanjutkan lagi sedikit demi sedikit. Usahakan jumlah yang diberikan 10-15 cc/kg BB/jam. Jumlah ini sesuai dengan kecepatan pengosongan lambung. Efek samping hanya dapat terjadi pada takaran terlalu tinggi atau terlalu pekat yang bisa mengakibatkan rasa kantuk, lidah bengkak, denyut jantung cepat, kulit menjadi merah.

Untuk menghindari terbukanya luka-luka usus atau perdarahan, hendaknya penderita diare beristirahat total. Perlu juga melakukan diet makanan yang merangsang (asam, pedas) serta makanan yang tidak mudah dicerna (berserat tinggi) dan berlemak.

b. pengobatan lainnya.

Dasar pengobatan pada Shigellosis yaitu dengan penggunaan antibiotik, memperbaiki dan mencegah dehidrasi dan mengendalikan gejala penyerta. Penatalaksanaan dehidrasi pada umumnya sama dengan diare oleh sebab yang lain. Pengobatan dengan suportif yaitu memperbaiki kehilangan cairan dan elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis, syok dan kematian. Penatalaksanaan terdiri dari penggantian cairan dan memperbaiki keseimbangan elektrolit secara oral atau intravena, menurut keadaan masing-masing penderita. Selain pemberian cairan, pemberian makanan juga harus diperhatikan. Terapi diatetik disesuaikan dengan status gizi penderita yang didasarkan pada umur dan berat badan.

Antibiotik yang digunakan adalah Ampicillin sebagai drug of choice, tetapi banyak yang sudah resisten terhadap obat ini sehingga digunakan antibiotik lain. Trimethoprim-Sulfamethoxazole (Kotrimoksasol) merupakan pilihan efektif untuk Shigellosis. Obat golongan Sefalosporin generasi ketiga seperti Cefriaxone ataupun Cefixime bagi pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadap pemberian Kotrimoksasol. Obat golongan Quinolone generasi pertama (Nalidixic acid) juga efektif bagi pasien yang alergi terhadap Sulfas dan Sefalosporin.

Kotrimoksasol pada orang dewasa dapat diberikan dengan dosis 160 mg/kali per oral sedangkan untuk anak dibawah 2 bulan tidak dianjurkan. Untuk anak dosisnya 8-10 mg/kg/ kali per oral diberikan selama 5 hari. Obat ini tidak boleh digunakan pada penderita anemia megaloblastik dan defisiensi G-6PD.

Cefriaxone pada orang dewasa dapat diberikan 2 g IV/IM sekali pakai atau dibagi menjadi 2 kali pemberian. Untuk dosis pediatrik 50 mg/kg/kali IV/IM diberikan sekali sehari. Untuk Cefixime pada dewasa diberikan 400 mg/kali per oral sekali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari, dosis pediatrik 15 mg/kg per oral sebagai dosis awal lalu dilanjutkan 8 mg/kg/kali per oral untuk 5 hari.

Nalidixic acid pada dewasa diberikan 1 gr per oral 4 kali sehari. Untuk dosis pediatrik 55 mg/kg/kali per oral dibagi dalam 4 kali pemberian selama 5 hari.

Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti anti spasmodik/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan memperburuk keadaan. Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus, dilatasi usus, gangguan digesti dan absorpsi lainnya. Obat ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik usus saja tetapi justru akibatnya sangat berbahaya. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat.

Obat-obat absorben (pengental tinja) seperti kaolin, pectin, norit, dan sebagainya, telah terbukti tidak bermanfaat. Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya, tidak akan dapat memperbaiki syok atau dehidrasi beratnya karena penyebabnya adalah kehilangan cairan (hipovolemic shock), sehingga pengobatan yang paling tepat yaitu pemberian cairan secepatnya.

Penderita Shigellosis harus istirahat penuh di tempat tidur. Makanan harus kaya akan protein dan vitamin serta mudah dicerna. Obat penenang diberikan apabila diperlukan saja.

c. Non-farmakologi

- Apabila bepergian ke daerah endemik sebaiknya bahan makanan baik buah-buahan ataupun sayuran harus dicuci terlebih dahulu lalu dimasak sebelum dimakan.

- Biasanya air yang terkontaminasi oleh kotoran penderita juga merupakan sumber penyebaran Shigella.

- Mencuci tangan setelah menggunakan toilet

- Memisahkan penderita demam dengan penderita diare di rumah sakit.

F. KESIMPULAN

Pada kebanyakan anak sehat, Shigellosis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan biasanya sembuh spontan. Kadang-kadang organisme tersebut dapat dibiakkan hingga 3 bulan setelah suatu periode shigellosis akut. Peningkatan morbiditas dan mortalitas tampak pada populasi tertutup seperti rumah sakit jiwa, atau pada negara-negara yang belum berkembang dimana malnutrisi sering ditemukan.